Jalan Panjang Pembangunan Jalan Tol Pekanbaru-Dumai

-Jalan Panjang Pembangunan Jalan Tol Pekanbaru-Dumai
Jalan Tol Jangan Lagi Sekadar Mimpi

   Di Melaka tahun 2001 lampau. Rahim Haroen, seorang pengusaha biro perjalanan asal kota itu bercerita kepada Riau Pos tentang pengalaman pertamanya bersama keluarga ketika berkunjung ke Pekanbaru melalui kota Dumai. Dia menceritakan betapa terkejutnya melihat kondisi jalan raya yang menghubungkan kota Dumai dan Pekanbaru. Kondisi jalan yang penuh dengan kelokan dan tikungan membuatnya merasa was-was. Kondisi seperti ini diperparah lagi dengan padatnya kendaraan yang melaju dengan kecepatan tinggi yang melewati jalan raya tersebut.
   ‘’Istri saya sangat takut melewati jalan seperti itu. Dan dia berjanji t
idak akan mau lagi ke Pekanbaru jika harus melewati jalan seperti itu. Kalaupun ingin ke Pekanbaru harus naik pesawat udara,’’ ujar Rahim menceritakan pengalaman pertamanya melintasi jalan raya yang menghubungkan kota Dumai dan Pekanbaru.

   Jalur perjalanan darat Dumai-Pekanbaru memang pilihan terbaik bagi warga Malaysia yang ingin berkunjung ke Pekanbaru pada masa itu. Alternatif ini juga berlaku bagi warga Pekanbaru yang ingin berkunjung Melaka. Melewati perjalanan darat selama 4-5 jam adalah pilihan utama. Kemudian dilanjutkan naik feri dari Dumai untuk menyeberang ke Melaka dengan waktu tempuh sekitar 2,5 jam.
   Keprihatinan Rahim terhadap kondisi jalan raya Dumai-Pekanbaru tentu saja bukan hanya miliknya. Seluruh penumpang kendaraan yang melintasi jalan raya ini tentu saja merasakan hal yang sama. Ini tidak lepas dari medan jalan yang berat dan arus kendaraan yang padat yang melintasi jalan raya sepanjang 190 kilometer ini. Kondisi seperti mengakibatkan ruas jalan raya ini sangat rawan dengan kecelakaan lalulintas.

   Keprihatinan Rahim dan keluarganya yang jera melintasi jalan raya ini juga terjawab ketika beberapa tahun kemudian moda transportasi yang menghubungkan Pekanbaru dan Melaka semakin meningkat. Untuk jalur perairan sudah ada feri yang menghubungkan Pekanbaru-Melaka dengan waktu tempuh sekitar sembilan jam. Selain itu, untuk transportasi udara sejak beberapa tahun lampau sudah ada maskapai penerbangan yang melayani rute Pekanbaru-Melaka (PP), termasuk Riau Airlines yang masih bertahan hingga saat ini melayani rute yang ditempuh dalam waktu 45 menit tersebut.

   Pemerintah Provinsi Riau tidak tinggal diam melihat persoalan transportasi yang menghubung Pekanbaru dengan Dumai. Untuk itu diusulkan pembangunan jalan tol yang menghubung kedua kota yang paling berkembang di provinsi Riau ini. Pembangunan jalan tol akan mampu memangkas waktu tempuh perjalanan dari 4-5 jam menjadi 2 jam. Singkatnya waktu tempuh ini tentu saja akan menjadi daya tarik tersendiri bagi warga yang ingin bepergian dari Pekanbaru ke Dumai dan sebaliknya.
 
 Pada 2001, sebuah studi prakelayakan pembangunan jalan tol Pekanbaru-Dumai menyebutkan bahwa proyek ini secara ekonomis layak untuk dilaksanakan. Kelayakan pelaksanaan proyek ini dilihat dari besarnya nilai benefit cost ratio (BCR), net preset value (NPV) dan internal rate return (IRR). Jalan tol Pekanbaru-Dumai juga dinilai layak dibangun dipandang dari sudut finansial. Menurut studi tersebut, petumbuhan volume lalu lintas Pekanbaru-Dumai rata-rata 7,9 persen per tahun membuat pembangunan jalan tol ini dianjurkan untuk dilaksanakan. Proyek pembangunan tol tidak dianjurkan jika pertumbuhan volume lalu lintas masih berada pada tingkat 6,5 persen. Tidak dianjurkan karena besarnya pendapatan yang diperoleh tidak akan mampu menutup biaya konstruksi dan operasional jalan.

   Tentang pembangunan jalan tol ini, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Riau Emrizal Pakis mengutarakan bahwa pembangunannya dilakukan dengan beberapa pendekatan. Pertama, pembangunan jalan tol Pekanbaru-Dumai dilaksanakan sepenuhnya oleh pemerintah pusat melalui dana APBN ataupun loan. Kedua, pembangunannya dilakukan oleh private sector atau pihak swasta. Untuk itu harus dilakukan tender proyek pembangunan jalan tol. Dan jika selesai dibangun pengelolaannya dilakukan bekerjasama dengan perusahaan pengelola jalan tol.

   Pendekatan ketiga adalah melalui kerja sama antara pemerintah pusat dengan swasta melalui kerja sama private public partnership. ‘’Untuk itu diperlukan sebuah konsorsium antara pemerintah dan pihak swasta untuk membangun jalan tol tersebut,’’ kata Emrizal saat berbincang dengan Riau Pos di ruang kerjanya, Rabu (26/8).

   Undang-undang yang mengatur pembangunan jalan tol mengisyaratkan pembangunan jalan tol di Indonesia memang harus dilaksanakan oleh pemerintah pusat. Tidak ada aturan yang menyebutkan bahwa penyelenggaraan jalan tol dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah daerah. Aturan seperti ini tentu saja bisa dimaklumi, karena untuk membangun sebuah jalan tol memerlukan investasi yang besar. Dalam kondisi seperti ini daerah seperti Provinsi Riau dan daerah lainnya hanya bisa menunggu kebijakan dari pemerintah pusat agar pembangunan jalan tol bisa diselenggarakan di daerah.

   Untuk mengupayakan agar jalan tol di Riau bisa diwujudkan, Pemprov Riau sudah berkirim surat ke Departemen Pekerjaan Umum tentang perlunya pembangunan jalan tol Pekanbaru-Dumai. Hasilnya, respon positif diterima Pemprov Riau dari pemerintah pusat. Bahkan, kata Emrizal, informasi terakhir yang diperoleh dari pemerintah pusat adalah Menteri PU meminta Pemprov Riau segera menuntaskan ganti-rugi lahan agar pembangunan tol bisa turut digesa.
   “Masalah pembebasan tanah memang menjadi masalah mendasar bagi pembangunan jalan tol di Indonesia dan juga di Riau tentunya. Untuk ganti-rugi lahan sudah dibentuk sebuah tim yang melibatkan pihak terkait dari seluruh kabupaten yang lahannya akan dilintasi jalan tol ini,” papar Emrizal.

   Bahkan, kata dia, jika persoalan ganti rugi lahan ini bisa dilakukan secara optimal, maka diperkirakan pada tahun depan persoalan lahan untuk pembangunan jalan tol sepanjang 135 kilometer ini bisa dituntaskan. Ada sejumlah kabupaten dan kota yang akan dilintasi jalan tol Pekanbaru-Dumai. Daerah-daerah itu meliputi Kota Pekanbaru, Kabupaten Kampar, Siak, Bengkalis, Rokan Hilir dan Kota Dumai. Proses pembebasan lahan ataupun ganti rugi lahan yang melibatkan banyak daerah ini tentu saja memerlukan pekerjaan yang serius.
   Pemprov Riau sendiri melihat pembangunan tol yang diperkirakan memerlukana dana senilai Rp6 triliun ini memiliki prospek yang cerah. “Proses pembangunan jalan tol Pekanbaru-Dumai tidak pernah stagnan dan selalu berkembang terus. Dan Departemen PU melihat jalan tol ini merupakan proyek yang strategis. Oleh karena itu menteri PU meminta Pemprov Riau segera menuntaskan persoalan lahan,” papar Emrizal optimis.

   Pembangunan tol ini juga turut mendapatkan perhatian dari pihak-pihak asing. Sejumlah investor dari Cina dan Malaysia pernah menyatakan ketertarikan mereka untuk berinvestasi dalam proyek tol di Riau. Hal serupa juga pernah dilakukan Bank Pembangunan Asia (ADB), lembaga milik pemerintah Jepang, Japan Internatioanl Cooperation Agency (JICA) dan lembaga milik pemerintah Korea, Korean International Cooperation Agency (KOICA) yang telah melakukan survei tentang kelayakan pembangunan jalan tol Pekanbaru-Dumai. Dan yang terakhir, utusan dari Bank Dunia juga telah hadir di Riau untuk melihat dari dekat prospek pembangunan jalan tol ini.
Investasi Besar

   Persoalan utama pembangunan jalan tol adalah besarnya investasi yang diperlukan dan susahnya melakukan pembebasan lahan. Oleh karena itu selain berharap adanya bantuan langsung dari pemerintah melalui APBN, pembangunan jalan tol juga diharapkan mampu melibatkan investor asing. Persoalan ganti rugi lahan tentu saja merupakan masalah utama dalam mewujudkan pembangunan jalan tol di Riau. Untuk itu tentu saja diperlukan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat Riau, khususnya masyarakat yang daerahnya merupakan kawasan yang akan dilintasi jalan tol Pekanbaru-Dumai.

   Susahnya menyelesaikan ganti rugi tanah bukan kabar baru lagi di Riau. Banyak proyek pembangunan jalan dan jembatan di daerah ini yang harus terkendalan pada persoalan ini. Di Pekanbaru misalnya, proyek pembangunan jembatan Siak III masih menyisakan masalah ganti rugi tanah.

   Kondisi seperti ini pula yang membedakan rumitnya pembangunan jalan tol di Indonesia dan Malaysia. Di negeri jiran itu proses pembangunan jalan tol lebih gampang karena proses pembebasan lahan juga lebih mudah. Berbeda dengan di Indonesia, persoalan pembebasan lahan selalu menjadi persoalan besar ketika ingin membangun jalan, terkhusus lagi jalan tol. Oleh karena itu banyak investor asing memandang persoalan agrarian di Indonesia akan menyulitkan mereka ketika ingin berinvestasi.

   Terlepas dari kerumitan tadi, bagaimanapun berinvestasi dalam pembangunan jalan tol akan memberikan prospek yang cerah. Untuk itu pemerintah harus bisa memberikan insentif yang lebih besar kepada investor yang berminat menanamkan modalnya untuk membangun jalan tol.
Keperluan Utama
   Di tengah laju mobilitas masyarakat pengguna jalan raya pada saat ini, kehadiran sebuah jalan tol sudah menjadi sebuah keharusan. Termasuk bagi masyarakat yang sering melintasi jalan raya Pekanbaru-Dumai yang dikenal sangat padat dengan arus lalu lintas dan mempunyai tingkat kecelakaan lalu lintas yang tinggi.

   Situs milik Departemen PU, www.pu.go.id pernah merilis hasil survei Indonesian Development Monitoring Research (IDMR) pada 2007 yang menyatakan sebanyak 87 persen responden menyatakan sangat memerlukan keberadaan jalan tol, 12,2 persen menyatakan memerlukan jalan tol, 0,8 persen menyatakan biasa saja dan tidak ada responden yang menyatakan tidak perlu jalan tol. Survei ini memperlihakan betapa keberadaan jalan tol sangat diperlukan masyarakat. Bahkan, dengan keuntungan yang dirasakan ketika melintasi jalan tol, sebagian masyarakat menganggap jalan tol bukan lagi menjadi jalan alternatif baginya, tetapi telah menjadi jalan utama dalam aktivitasnya. Para pengguna jalan tol memiliki keperluan  yang tinggi akan jalan tol untuk menghindari kemacetan, efisiensi waktu dan keamanan yang lebih baik.

    Hasil survei ini tentu saja akan berlaku bagi masyarakat Riau. Sudah saatnya masyarakat di daerah ini ingin melintasi jalan alternatif terbaik seperti jalan tol. Untuk itu, perhatian besar dari pemerintah khususnya pemerintah pusat tentu saja sangat diharapkan agar kehadiran jalan tol di provinsi yang kaya dengan sumber daya alam ini tidak lagi sekadar menjadi mimpi.***

(Artikel ini pernah diterbitkan Riau Pos pada edisi Agustus 2009)

Komentar