Pengaduan dan Standar Pelayanan Publik

Belum lama ini penulis mendapatkan dua pernyataan menarik terkait pengaduan masyarakat atas penyelenggaraan pelayanan publik. Pertama, beberapa pelaksana penyelenggara pelayanan publik yang berkonsultasi ke kantor Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Riau menceritakan kerisauannya karena pelayanan yang mereka selenggarakan tidak pernah dikeluhkan oleh masyarakat pengguna layanan mereka. Menurut pelaksana pelayanan publik yang bertugas di satker pelayanan terpadu satu pintu tersebut, mereka sangat berharap publik bisa memberikan saran dan masukan atas kinerja mereka dalam memberikan pelayanan.

Dengan harapan, pelayanan yang mereka berikan bisa semakin ditingkatkan lagi kualitasnya.
Pernyataan kedua, ketika seorang direktur salah satu rumah sakit di Riau yang mengatakan jika institusinya akan berupaya untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada publik.

Harapannya, dengan pelayanan yang prima yang diberikan maka tidak akan ada lagi masyarakat yang mengeluhkan ataupun mengadukan pelayanan yang diberikan rumah sakit tersebut. Maka, harapan akan tidak adanya pengaduan masyarakat pun (zero complain) menjadi sesuatu yang didambakan.

   Pernyataan kedua penyelenggara pelayanan publik tersebut tentu saja sangat menarik walaupun keduanya menyatakan pendapat yang berbeda. Keduanya punya keinginan yang sama, ingin memberikan pelayanan yang terbaik. Bedanya, ada yang antusias ingin mendapatkan pengaduan dari publik dan ada yang tidak ingin lagi menerima pengaduan karena merasa sudah memberikan pelayanan yang prima.

Menyikapi dua pandangan berbeda tersebut penulis mencoba menyumbangkan pemikiran terkait pengaduan pelayanan publik. Dalam Undang Undang (UU) No. 25/ 2009 tentang Pelayanan Publik sangat banyak diatur terkait hak dan kewajiban masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Dalam Pasal 18 UU Pelayanan Publik disebutkan bahwa masyarakat berhak mengadukan pelaksana yang melakukan penyimpangan standar pelayanan publik kepada penyelenggara pelayanan publik dan kepada Ombudsman. Selanjutnya dalam Pasal 36 UU Pelayanan Publik disebutkan bahwa penyelenggara pelayanan publik berkewajiban menyediakan sarana pengaduan dan menugaskan pelaksana yang kompeten dalam pengelolaan pengaduan.

   Dua Pasal dalam UU Pelayanan Publik di atas sudah cukup mengatur dan menegaskan bahwa penyelenggara pelayanan publik punya kewajiban menyediakan dan mengelola unit pengaduan pelayanan publik. Masyarakat juga punya hak untuk mengadu jika dalam pelaksanaan pelayanan publik terjadi penyimpangan atas standar pelayanan yang diterapkan. Lebih jauh, terkait pengelolaan pengaduan masyarakat ini kembali diatur dalam Peraturan Presiden No76/2013 tentang Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik. Termasuk juga dengan telah terbitnya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permen PAN-RB) No. 24/2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Publik Nasional dan Permen PAN-RB No. 3/2015 tentang Road Map Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N).

Menyikapi berbagai peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan pengaduan tersebut sudah banyak kementerian/lembaga dan pemerintah daerah (Pemda) yang membentuk unit pengaduan pelayanan publik (UP3). Tidak hanya cukup membentuk UP3, kementerian/lembaga dan Pemda selanjutnya mengintegrasikan UP3 yang dimiliki ke dalam aplikasi Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR) yang dikelola Kantor Staf Presiden (KSP).

Lalu, bagaimana dengan keberadaan UP3 milik pemerintah daerah di Riau? Saat ini sejumlah satuan kerja pemerintah daerah (SKPD) baik di lingkup Pemprov Riau maupun di lingkup Pemkab dan Pemko di Riau sudah memiliki UP3. Di antaranya ada yang sudah dikelola dengan baik, namun tidak sedikit juga UP3 yang pengelolaannya masih belum optimal karena belum sepenuhnya berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau sendiri memasuki babak fase dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan telah terbentuknya UP3 yang dikelola Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Riau. Momen penting terjadi pada Kamis, 26 Mei 2016 lalu di Pekanbaru ketika Pemprov Riau menandatangani nota kesepahaman dengan Kantor Staf Presiden (KSP) terkait integrasi pengelolaan pengaduan pelayanan publik nasional. Melalui kesepakatan itu, masyarakat di Riau yang mengeluhkan penyelenggaraan pelayanan publik bisa langsung mengadu melalui aplikasi LAPOR yang dikelola KSP yang kemudian diintegrasikan dengan UP3 milik Pemprov Riau.

Kehadiran UP3 milik Pemprov Riau tentu saja mesti didukung dengan kehadiran UP3 di lingkup SKPD Pemprov Riau. Yang tak kalah penting adalah bahwa kewajiban membentuk UP3 dan mengintegrasikannya dengan aplikasi LAPOR  juga mesti dilaksanakan oleh Pemkab dan Pemko di Riau. Dari data yang dimiliki Ombudsman, hingga saat ini baru UP3 milik Pemda Indragiri Hulu yang sudah terintegrasi dengan LAPOR. Tentu akan lebih baik jika Pemda Kabupaten dan Kota di Riau yang sudah memiliki UP3 bisa mengintegrasikan pengelolaan pengaduannya dalam aplikasis LAPOR.

Kembali kepada dua pernyataan berbeda pandangan seperti yang diutarakan di atas, pada dasarnya masyarakat punya hak untuk mengadukan penyelenggaraan publik yang tidak sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan. Menurut penulis, banyaknya pengaduan terhadap penyelenggara bukan berarti pelayanan publik yang diselenggarakan dinilai buruk.

Banyaknya pengaduan masyarakat mencerminkan semakin tingginya partisipasi masyarakat untuk berperan dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik. Demikian juga, sedikitnya pengaduan pelayanan publik kepada penyelenggara bukan berarti sepenuhnya penyelenggaraan publik tersebut sudah berkualitas. Karena kualitas pelayanan publik juga ditentukan oleh sejauh mana kemampuan penyelenggara dalam mengelola pengaduan masyarakat.

Terkait dengan telah terbentuknya UP3 di Pemprov Riau dan Pemkab dan Pemko di Riau, Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Riau tetap menjalankan tugas dan fungsinya dalam menerima dan menindaklanjuti laporan ataupun pengaduan masyarakat. Karena selain berhak mengadu kepada penyelenggara pelayanan publik, masyarakat juga berhak mengadu kepada Ombudsman. Terlebih lagi jika pengaduan tersebut tidak mendapat tanggapan yang memadai dari penyelenggara pelayanan publik. Selain berhak mengadukan pelayanan publik kepada penyelenggara dan Ombudsman, masyarakat juga berhak mengadukan keluhan pelayanan publik kepada DPR RI, DPRD Provinsi maupun DPRD kabupaten/kota sebagaimana yang diamanatkan oleh UU Pelayanan Publik.

Standar Pelayanan Publik
Selain dituntut untuk mampu membentuk dan mengelola UP3, UU Pelayanan Publik turut memberikan amanat kepada penyelenggara pelayanan publik untuk menerapkan standar pelayanan publik. Standar pelayanan publik merupakan tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi penyelenggaraan pelayanan publik. Standar pelayanan juga bisa dijadikan pedoman dalam menilai kualitas penyelenggaraan pelayanan publik.

Beberapa indikator penting dalam standar pelayanan adalah adanya informasi terkait persyaratan pelayanan, sistem, mekanisme dan prosedur pelayanan, jangka waktu pelayanan dan termasuk biaya ataupun tarif pelayanan. Indikator-indikator standar pelayanan publik ini harus diinformasikan kepada publik secara luas melalui sistem informasi yang dimiliki oleh setiap penyelenggara pelayanan publik. Berdasarkan adanya informasi standar pelayanan ini publik sudah bisa menilai apakah penyelenggara pelayanan publik tersebut sudah mematuhi amanat UU Pelayanan Publik atau belum. Selanjutnya, berdasarkan pada kepatuhan ini juga publik akan bisa menilai sejauh mana kualitas penyelenggaraan pelayanan publik yang dilaksanakan oleh penyelenggara.

Ombudsman RI terus mendorong penyelenggara pelayanan publik, khususnya pemerintah daerah melalui SKPD yang ada untuk menerapkan standar pelayanan publik. Upaya ini dilakukan dengan melakukan observasi atau penilaian kepatuhan pemerintah daerah atas UU Pelayanan Publik. Seperti tahun sebelumnya, pada tahun ini Ombudsman RI kembali akan melakukan observasi dan penilaian atas kepatuhan pemerintah daerah dalam menjalankan UU Pelayanan Publik melalui penerapan standar pelayanan publik. Penilaian kepatuhan ini diharapkan akan semakin mampu meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik.

Pada akhirnya tentu saja akan meningkatkan daya saing Indonesia dalam persaingan ekonomi global yang menuntut adanya kepastian dalam penyelenggaraan pelayanan publik.***

(Artikel ini pernah dimuat di Harian Pagi Riau Pos 1 Juni 2016)

Komentar